Malaysia Ditunjuk Jadi Penengah, Thailand dan Kamboja telah menyetujui Malaysia bertindak sebagai mediator dalam konflik perbatasan mereka. Hal ini disampaikan Menteri Luar Negeri Malaysia Mohamad Hasan pada hari Minggu (27/7/2025). Hal ini dilakukan saat kedua pihak yang bertikai masing-masing mengatakan pihak lain telah melancarkan serangan artileri lebih lanjut di daerah yang disengketakan. Nantinya, Perdana Menteri Kamboja Hun Manet dan Penjabat Perdana Menteri Thailand Phumtham Wechayachai dijadwalkan tiba di Malaysia pada Senin malam.
Sah! Malaysia Ditunjuk Jadi Penengah Konflik Perang Thailand-Kamboja – Pembicaraan di Malaysia ini dilakukan setelah Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, Ketua forum regional ASEAN, mengusulkan gencatan senjata pada hari Jumat. Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump pada hari Sabtu mengatakan bahwa kedua pemimpin telah sepakat untuk mengupayakan gencatan senjata.
Sah! Malaysia Ditunjuk Jadi Penengah Konflik Perang Thailand-Kamboja
Konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja telah menjadi sorotan dunia internasional selama beberapa dekade. Ketegangan ini kembali mencuat dalam beberapa bulan terakhir, mendorong negara-negara tetangga dan komunitas internasional untuk turun tangan demi mencegah eskalasi lebih lanjut. Dalam perkembangan terbaru yang mencuri perhatian, Malaysia resmi ditunjuk sebagai penengah (mediator) dalam konflik antara Thailand dan Kamboja, sebuah langkah diplomatik yang menandai babak baru dalam proses perdamaian kawasan Asia Tenggara.
Artikel ini akan membahas secara mendalam latar belakang konflik, alasan penunjukan Malaysia sebagai mediator, langkah-langkah diplomatik yang telah dan akan diambil, serta dampak geopolitik dari keterlibatan Malaysia dalam menyelesaikan konflik dua negara bertetangga tersebut.
Latar Belakang Konflik Thailand-Kamboja
Konflik antara Thailand dan Kamboja sebagian besar berakar dari sengketa perbatasan, khususnya terkait kawasan sekitar Kuil Preah Vihear, sebuah situs warisan dunia UNESCO yang terletak di perbatasan kedua negara. Sengketa ini telah menimbulkan berbagai insiden militer sejak awal 2000-an, termasuk bentrokan bersenjata yang menewaskan tentara dari kedua belah pihak dan mengakibatkan evakuasi ribuan warga sipil.
Pada tahun 1962, Mahkamah Internasional memutuskan bahwa kuil tersebut berada di wilayah Kamboja. Namun, Thailand tetap mempertanyakan keputusan tersebut, terutama soal wilayah sekeliling kuil yang belum sepenuhnya ditetapkan dalam batas negara. Ketegangan terus berlanjut, diperparah oleh isu nasionalisme dan politik domestik di masing-masing negara, sehingga upaya penyelesaian sering mengalami kebuntuan.
Alasan Malaysia Ditunjuk sebagai Mediator
Penunjukan Malaysia sebagai penengah dalam konflik ini bukanlah keputusan yang datang secara tiba-tiba. Terdapat beberapa alasan kuat yang menjadikan Malaysia sebagai pihak yang dianggap netral dan kredibel:
Posisi Netral di ASEAN
Malaysia dikenal sebagai negara yang menjaga keseimbangan diplomatik dan netralitas dalam berbagai isu regional. Dalam sejarahnya, Malaysia telah berhasil menjadi fasilitator dalam berbagai proses perdamaian di kawasan, termasuk konflik di Filipina Selatan (MILF) dan Aceh (GAM) di Indonesia.
Reputasi Diplomasi Regional
Malaysia memiliki tradisi panjang dalam diplomasi regional dan global, dan sering diundang dalam peran sebagai fasilitator atau pengamat dalam misi-misi perdamaian. Kredibilitas ini diperkuat oleh komitmen Malaysia terhadap prinsip-prinsip ASEAN, yakni non-intervensi, dialog, dan solusi damai.
Permintaan Bersama dari Thailand dan Kamboja
Menurut laporan dari beberapa media internasional dan pernyataan resmi ASEAN, baik pemerintah Thailand maupun Kamboja secara resmi mengajukan permintaan bersama kepada Malaysia untuk menjadi penengah. Hal ini menunjukkan bahwa kedua belah pihak memandang Malaysia sebagai mitra yang adil dan tidak berpihak.
Tanggapan Internasional atas Penunjukan Malaysia
Penunjukan Malaysia disambut baik oleh komunitas internasional. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengapresiasi langkah ini sebagai “tindakan strategis untuk menghindari konflik berskala besar di Asia Tenggara”. Sementara itu, Uni Eropa dan Amerika Serikat menyatakan kesiapan untuk mendukung proses mediasi yang difasilitasi Malaysia, termasuk melalui bantuan teknis dan dukungan diplomatik.
ASEAN sendiri, melalui Sekretariat Jenderalnya, menyatakan bahwa inisiatif ini mencerminkan semangat kerja sama regional. “Malaysia mengambil peran sesuai dengan semangat Piagam ASEAN untuk menjaga stabilitas, kedamaian, dan kemajuan di kawasan,” ujar pernyataan resmi dari Sekretariat ASEAN di Jakarta.
Langkah-Langkah Malaysia dalam Proses Mediasi
Malaysia telah menyusun peta jalan awal untuk memulai proses mediasi. Beberapa langkah penting yang akan dilakukan antara lain:
Pertemuan Tertutup dengan Kedua Pihak
Dalam minggu pertama setelah penunjukan, Malaysia menjadwalkan pertemuan tertutup dengan pejabat tinggi dari Thailand dan Kamboja untuk mendengarkan pandangan masing-masing pihak secara langsung dan mengevaluasi peta konflik yang ada.
Pembentukan Tim Khusus Diplomatik
Pemerintah Malaysia membentuk Tim Mediasi Diplomatik Regional yang terdiri dari diplomat senior, pakar hukum internasional, dan pengamat netral dari negara-negara ASEAN. Tim ini akan bertugas merumuskan agenda dan pendekatan negosiasi.
Fokus pada Gencatan Senjata dan Penarikan Pasukan
Tahap awal mediasi akan difokuskan pada gencatan senjata permanen dan penarikan pasukan dari zona konflik, termasuk pemantauan zona demiliterisasi yang akan diusulkan oleh Malaysia.
Mendorong Solusi Berbasis Hukum Internasional
Malaysia akan mendorong kedua negara untuk menghormati keputusan Mahkamah Internasional dan menggunakan jalur hukum sebagai dasar penyelesaian sengketa.
Tantangan yang Dihadapi Malaysia
Meski mendapatkan dukungan luas, Malaysia menghadapi sejumlah tantangan dalam menjalankan peran sebagai penengah:
-
Sensitivitas nasionalisme di Thailand dan Kamboja bisa menjadi hambatan besar dalam membangun kepercayaan kedua belah pihak.
-
Kepentingan politik domestik masing-masing negara yang bisa memanfaatkan isu perbatasan sebagai alat politik.
-
Tekanan dari kekuatan besar, seperti Tiongkok dan Amerika Serikat, yang memiliki kepentingan strategis di kawasan dan mungkin mempengaruhi jalannya proses perdamaian.
Harapan dan Dampak Positif
Jika Malaysia berhasil menjalankan peran ini dengan baik, sejumlah dampak positif dapat dirasakan oleh kawasan Asia Tenggara, antara lain:
Stabilitas Regional
Berakhirnya konflik ini akan menciptakan stabilitas politik dan keamanan di Semenanjung Indochina, yang merupakan kunci penting dalam pembangunan ekonomi dan integrasi kawasan ASEAN.
Peningkatan Citra Diplomatik Malaysia
Keberhasilan dalam menyelesaikan konflik ini akan mengangkat citra Malaysia sebagai kekuatan diplomatik kawasan, sekaligus memperkuat posisinya dalam forum internasional.
Meningkatkan Integrasi ASEAN
Langkah ini dapat menjadi model kerja sama intra-ASEAN dalam menyelesaikan konflik bilateral secara damai tanpa campur tangan pihak luar.
Kesimpulan
Penunjukan Malaysia sebagai penengah dalam konflik Thailand-Kamboja merupakan langkah penting dan strategis dalam menjaga perdamaian di Asia Tenggara. Dengan rekam jejak diplomatik yang kuat, posisi netral, serta dukungan dari berbagai pihak internasional. Malaysia berada dalam posisi yang unik untuk membawa kedua negara ke meja perdamaian.