PBB Kasih Peringatan, Indonesia masuk daftar waspada dunia. – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberi peringatan serius soal dampak perubahan iklim yang kian mengancam kawasan Asia, termasuk Indonesia. Dalam laporan bertajuk State of the Climate in Asia 2023, Badan Meteorologi Dunia (WMO) menyoroti percepatan perubahan iklim yang terjadi di Asia. Ini mulai dari peningkatan suhu permukaan, pencairan gletser, hingga kenaikan permukaan laut yang terus mengkhawatirkan.
PBB Kasih Peringatan RI Dalam Bahaya, Ada Apa?– WMO menyebut Asia sebagai kawasan paling terdampak bencana alam akibat perubahan iklim. Bahkan, tingkat pemanasan kawasan ini nyaris dua kali lebih cepat dari rata-rata global sejak periode 1961-1990. Tak heran, 2023 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah di banyak negara Asia. Bencana pun tak terhindarkan mulai dari gelombang panas, kekeringan, badai, hingga banjir melanda silih berganti. Pada 2023, Asia mencatat 79 bencana hidrometeorologi, lebih dari 80% di antaranya merupakan banjir dan badai. Akibatnya, lebih dari 2.000 orang meninggal dunia dan sembilan juta lainnya terdampak langsung.
PBB Kasih Peringatan: RI Dalam Bahaya, Ada Apa? Laporan WMO Soroti Krisis Iklim Asia 2023
Perubahan iklim bukan lagi ancaman masa depan—ia sudah menjadi krisis masa kini. Dalam laporan terbarunya yang bertajuk State of the Climate in Asia 2023, Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) memberikan peringatan keras terhadap kondisi iklim yang kian memburuk di Asia. Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, termasuk dalam daftar wilayah yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Laporan WMO: Percepatan Krisis Iklim di Asia
Laporan yang dirilis oleh WMO pada Juni 2024 mengungkapkan beberapa fakta penting mengenai kondisi iklim Asia sepanjang tahun 2023. Beberapa temuan mencolok meliputi:
- Peningkatan suhu rata-rata di Asia sebesar 1,87°C sejak era pra-industri.
- Gletser di Asia Tengah dan Himalaya mencair lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.
- Kenaikan permukaan laut di Asia lebih tinggi dari rata-rata global.
- Banjir, gelombang panas, dan kekeringan meningkat baik dalam frekuensi maupun intensitas.
Suhu Permukaan Meningkat Tajam
WMO mencatat bahwa Asia mengalami tahun terpanas kedua dalam sejarah pencatatan iklim, hanya kalah dari tahun 2020. Suhu rata-rata naik 0,91°C dibandingkan rata-rata jangka panjang tahun 1991–2020.
Kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, ikut terdampak secara signifikan. Kenaikan suhu ini memperbesar risiko kebakaran hutan, gelombang panas, dan penyebaran penyakit tropis.
Kenaikan Permukaan Laut Mengancam Wilayah Pesisir
Indonesia menjadi salah satu negara dengan risiko tertinggi akibat kenaikan permukaan laut. WMO mencatat bahwa laju kenaikan permukaan laut di Asia Tenggara mencapai 4,62 mm per tahun, lebih tinggi dari rata-rata global yang berada di kisaran 3,4 mm per tahun.
Jakarta, ibu kota negara, menjadi simbol nyata dari ancaman ini. Kota ini diperkirakan akan tenggelam sebagian pada 2050 jika tidak ada tindakan adaptasi besar-besaran.
“Kita sedang melihat transformasi besar dalam sistem iklim Asia yang terjadi dalam waktu sangat singkat,” ungkap Prof. Petteri Taalas, Sekretaris Jenderal WMO.
Indonesia di Garis Depan Krisis Iklim
Sebagai negara kepulauan tropis, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Beberapa dampak nyata yang sudah dirasakan antara lain:
Meningkatnya Intensitas Cuaca Ekstrem
-
Banjir bandang di Kalimantan dan Sulawesi kerap terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
-
Kekeringan panjang mengancam produksi pangan di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Jawa Timur.
-
Topan dan badai tropis semakin sering menyapu wilayah timur Indonesia.
Ancaman terhadap Ketahanan Pangan dan Air
Perubahan pola curah hujan dan kekeringan ekstrem berdampak langsung pada sektor pertanian. Petani kesulitan memprediksi masa tanam, sementara hasil panen terus menurun. Di sisi lain, akses air bersih juga makin terbatas, terutama di daerah-daerah terpencil dan kepulauan kecil.
Kesehatan Masyarakat Terancam
Kenaikan suhu dan kelembaban menciptakan kondisi ideal untuk penyebaran penyakit seperti demam berdarah, malaria, dan leptospirosis. Selain itu, bencana alam menyebabkan pengungsian massal dan gangguan kesehatan mental.
Upaya Adaptasi dan Mitigasi: Apa yang Bisa Dilakukan?
Penguatan Infrastruktur Hijau
Pemerintah perlu mengembangkan infrastruktur ramah lingkungan seperti:
-
Tanggul alami dan hutan bakau untuk menahan abrasi laut.
-
Sistem drainase berkelanjutan (SUDS) untuk mengatasi banjir perkotaan.
-
Pengelolaan air terpadu untuk meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan.
Transisi Energi Bersih
Mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil menjadi kunci:
-
Meningkatkan penggunaan energi surya dan angin.
-
Memberikan insentif untuk kendaraan listrik.
-
Mendorong efisiensi energi di sektor industri dan rumah tangga.
Pendidikan dan Kesadaran Iklim
Literasi iklim harus diperkuat sejak usia dini. Masyarakat perlu memahami bahwa setiap tindakan—sekecil apa pun—dapat berdampak terhadap krisis iklim.
Kolaborasi Internasional: Peran PBB dan Komunitas Global
Laporan WMO merupakan bagian dari sistem peringatan dini global yang dicanangkan oleh PBB. Indonesia telah berpartisipasi dalam beberapa forum penting seperti:
-
COP28 di Dubai, di mana Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89% secara mandiri dan 43,20% dengan bantuan internasional.
-
Paris Agreement, yang menjadi dasar arah kebijakan iklim nasional hingga 2030.
Namun, WMO menegaskan bahwa komitmen harus dibarengi aksi nyata dan cepat. Tanpa intervensi besar, perubahan iklim bisa menjadi bencana tak terkendali dalam dua dekade mendatang.
Kesimpulan
Peringatan dari WMO bukan sekadar angka statistik. Ia adalah alarm keras bagi Indonesia dan negara-negara Asia lainnya untuk segera bertindak. Krisis iklim sudah hadir di depan mata—dengan panas yang membakar, air laut yang naik, dan ekosistem yang rusak.